CUKUP AMARYLIS YANG MIRIS, YANG LAIN JANGAN !!!
Siapa yang tidak tergoda dengan ini? |
Siapa sih yang belum tau masalah Taman
Bunga Amarylis di Gunungkidul Yogyakarta?
Sepertinya semua anak hits
instagram sampe facebookpun sudah mengetahui masalah ini.
Iya, berawal dari foto di akun
jalan-jalan di instagram membuat sebuah
tempat yang sebenarnya memang bukan ditujukan sebagai tempat wisata tiba-tiba
ramai karena keindahan hamparan bunga amarylisnya.
Bunga Amarylis yang menarik ketika
mekar karena warna-warni kelopaknya sebenarnya memiliki nama latin Hippeastrum,
Amarylis sebenarnya merupakan nama genusnya. Hippeastrum memiliki cukup banyak
spesies seperti H.papilo, H.reticulatum, dan jenis-jenis lainnya dengan warna
kelopak berwarna-warni seperti merah, putih, orange, maupun krem. Pada beberapa
tahun terakhir bunga yang juga banyak disebut bawang-bawangan karena memiliki
ruas-ruas pada bonggolnya dan munculnya tunas dari ruas – ruas bonggol
tersebut.
Dan sebenarnya bunga ini dapat
mekar dua kali dalam setahun pada bulan September hingga Maret, bukan seperti
caption di salah satu foto di instagram yang menjelaskan bahwa bunga tersebut
hanya mekar satu kali dalam setahun dan hanya bertahan mekar selama tiga
minggu. Dari caption itulah yang menurut saya membuat banyak orang tumpah ruah
di hari Jumat, 27 November 2015 setelah beberapa hari satu foto di upload di
instagram. Iya, orang – orang tersebut tidak mau ketinggalan kesempatan untuk
berfoto dengan bunga cantik tersebut yang akhirnya secara sengaja atau tidak
sengaja orang yang berkunjung menginjak bunga amarylis yang cantik itu.
Captionnya kan ngundang banget kita kesana |
Bapak Sukadi sang empunya kebun
telah membudidayakan bunga tersebut sejak tahun 2006 dan lambat laun seiring
berjalannya waktu bunga tersebut berhasil menutup tegalan di depan rumahnya. Sebenarnya
tidak ada niatan beliau untuk menjadikan tegalan bunganya sebagai tempat
wisata. Sehingga beliau tidak menyiapkan suatu jalan untuk berfoto atau selfie
yang akhirnya ketika banyak orang berkunjung ke kebunnya bunga cantik tersebut
terinjak dan terkoyak.
Bapak Sukadi berlapang dada ketika
melihat kebun bunganya rusak oleh datangnya orang – orang yang berkunjung,
beliau menyadari masih banyak kekurangan di kebun bunganya. Namun kesadaran
untuk merwat kebun bunga masih tidak disadari oleh para pengunjungnya. Ada
beberapa foto yang saya temukan di facebook atapun path yang masih berpikir
kalau tanggung jawab merawat taman adalah tugas dari sang empunya taman saja.
Hmm, sangat disayangkan.
Sebenarnya kisah serupa juga
terjadi di kebun bunga matahari di Batu. Karena beberapa foto cantik di instagram
membuat kebun tersebut juga ramai dikunjungi oleh orang-orang yang mungkin
hanya sekedar penasaraan atau memang ingin berfoto disana. Namun yang sangat
disayangkan kejadian seperti kebun bunga amarylispun terjadi, banyak pohon
–pohon bunga matahari yang masih kecil tidak sengaja terinjak oleh para
pengunjung, sehingga banyak pohon matahari yang gagal tumbuh.
Miris memang melihat hal – hal
semacam itu. Karena kebutuhan foto terkadang mereka melakukan apapun. Memang
saya akui terkadang kalau ingin foto bagus satu dua jepretan kurang bahkan gaya
gaya dan angel – angel normalpun juga kurang. Dan akibatnya hal – hal yang
sebenarnya bisa merusak lingkungan mereka lakukan meskipun secara tidak
sengaja, duh duh duuh..
Ini sewaktu saya mampir di kebun bunga matahari batu. Sudah mulai layu u,u
Karena kebetulan pada semester ini saya mempelajari mata kuliah Arsitekstur Pertamanan jadi saya mau berbagi sedikit mengenai pengrusakan taman. Dalam bahasa arsitekstur pertamanan terdapat suatu istilah yaitu vandalisme untuk semua kegiatan yang dikatakan merusak lingkungan, baik sekedar mencoret – coret hardscape taman (kursi, meja, dll ) atau bahkan merusak dari softscape (bunga, pohon, dll) taman tersebut. Nah, menurut saya kejadian – kejadian vandalisme tidak hanya terjadi di kedua kebun bunga itu saja. Banyak sekarang taman yang sudah ditata dan dibangun dengan konsep sedemikian indahnya dirusak dengan tangan tangan jail para pengunjungnya. Contohnya saja di alun – alun Ngawi tempat saya besar. Ketika saya SMA kelas dua, satu bagian di alun – alun ngawi bagian taman bermain diperbaiki dan diberi lampion – lampion berbentuk hewan dan bunga. Namun baru satu tahun saja lampion – lampion tersebut sudah rusak.
Nah, berbicara lagi mengenai tempat
wisata, kerusakan, dan kesadaran, ada sebuah buku yang berjudul “Tourism
Marketing 3.0” karya dari Om Hermawan Kartajaya dan Sapta Nirwandar. Dalam buku
tersebut selain dijelaskan mengenai bagaimana cara mengaet turis agar mau
datang berwisata juga dijelaskan tiga tahapan kesadaran seorang turis. Melihat
kembali masalah vandalisme khususnya pada taman bunga tersebut, sesuai dengan
bukunya Om Hermawan dan Sapta, para pengunjung objek wisata di Indonesia
khususnya orang Indonesia itu sendiri masih dikategorikan dalam level 0.1 yaitu level dimana para wisatawan hanya sekedar
berkunjung, berselfie, berhahahihi, dan kurang kesadaran terhadap kelestarian
lngkungan. Info mengenai tahapan ini bisa langsung dilihat di SINI
Kemudian saya berpikir sejenak,
kenapa sekarang arti dari sebuah kata “berwisata” “piknik” maupun “Travelling”
menjadi benar – benar berbeda hampir 180 derajat dari beberapa tahun lalu?
Dulu, sewaktu belum ada smartphone dan dunia maya sepertinya arti dari
berwisata adalah menghilangkan penat dari segala aktivitas keseharian dengan menikmati keindahan alam, mengapa
sekarang arti dan makna dari berwisata adalah LIKE YANG
BANYAK?
Semoga kedepannya manusia benar – benar telah menyadari bawasannya kita tidak diciptakan untuk
menguasai alam, kita hanya ditugaskan sebagai pemimpin yang harus menjaga alam
ini dan kita hidup berdampingan dengan alam.
Semoga bahagia ^^
9 komentar
terimakasih infonya
BalasHapusNtah kenapa aku kalo traveling lebih suka gak foto-foto, karena lebih menikmati ajah daripada sibuk sama kamera. :)
BalasHapusJadi yang katanya setahun sekali itu gak bener ya, jadi harusnya gak usah tuh susah-susah sampai nginjek tanaman orang tumbuhnya juga dua kali setahun. Kan gak langka-langka banget.
BalasHapusLain kali bapaknya bikin jalan setapak aja di kebunnya jadi gak perlu sampai nginjek-nginjek tanaman, tapi yang paling penting ya sikap dari para pengunjungnya. Masa ada yang ngebolehin nginjak-nginjak bunganya gara-gara udah bayar 5000? Coba kalo oknum tadi bayar lebih mahal itu kebun bunga udah habis diinjak dengan prinsip "saya kan udah bayar"
Memang miris ngeliatnya. Demi ngeksis di social media lantas mengabaikan kelestarian alam yg fotonya sudah dieksploitasi tersebut. Mengkhawatirkan memang generasi muda Indonesia ini. Yg paling parah adalah...setelah berbuat masalah, malah balik menyalahkan sang pemilik kebun. Saya sudah 4 tahun tinggal di Tiongkok dan di negara empat musim seperti ini, setiap musim taman-tamannya selalu penuh dengan beraneka ragam bunga. Tapi anehnya, meskipun orang Tiongkok lokal terkenal kasar dan kurang sopan, mereka tidak pernah masuk ke area yg sudah dipagari, apalagi sampai menginjak-injak bunganya. Kalo ga ada jalan setapak untuk selfie ya udah selfie dari luar. Untuk hal ini kayaknya memang bangsa kita saja yg moralnya terlalu bobrok, bukan salah yg punya kebunnya...
BalasHapusKayaknya sih taman bunga itu bukan tempat wisata deh ya. soalnya dari segi fasilitas dan sarana pendukung untuk bisa disebut taman masih kurang banget. Makanya gak heran karena pengelolaannya kurang baik, makanya pengunjung yang dateng bisa sembarangan foto sana sini yang berimbas rusaknya bunga hmm
BalasHapusSebenrnya buang sampah juga termasuk salah satu faktor yang merusak lingkungan kan. Tapi kenapa gak serame kasus bunga ini? oh iya buang sampah sembarangan emang udah jadi budaya. jadi susah sih
Kalo ngomongin bunga ini, gue ya cukup diam dan melihat saja apa yang terjadi. Soalnya, gue juga gak bisa foto di sana. Hahaha. Bukan gitu. Sebenarnya bener kata Doni, seharusnya jika ini akan dijadikan tempat wisata, sebaiknya dibuat pembatas atau semacam apalah gitu, karena orang Indonesia emang suka gitu.
BalasHapusSama kek nonton bola. Coba deh, cari tau kenapa lapangan sepakbola di Indonesia tinggi2 dari luar. Ya gitu, suka rusuh. Makanya, untuk mengansipasi hal kek gitu lagi, sebaiknya kedepan pemerintah memberikan pembatas atau semacam apalah, supaya tidak terjadi kerusakan kembali.
yappp setuju sama mas Doni dan mas Heru...
BalasHapus*idem aja...bingung mau ngomong apa
Menurut aku, kerusakan ini bisa jadi disebabkan oleh budaya selfie yang sudah "overdosis". Atau mungkin memang masyarakat kita yang kurang bisa mengendalikan perilaku.
BalasHapusAku sendiri memang hobi motret. Dalam arti, bener-bener motret serius pakai kamera SLR. Jadinya klo ke lokasi wisata ya hampir selalu tujuannya memang untuk motret pemandangan.
Tapi klo diingat-ingat, beberapa tahun belakangan kan ya DSLR sempat mewabah di kalangan wisatawan. Walaupun memotret pakai DSLR yang susah dibuat selfie, tapi kalau kelakuan wisatawan tidak tertib ya menurutku bakal rusak juga tempat wisatanya.
itu taman bunga memang lagi heboh-hebohnya ya. gara-gara selfie, jadi rusak. sayan gbanget memang. miriiiis.... banget. kecantikan yang disia-siakan. hanya demi sebuah kepuasan. kasian emang yang udah nanam itu bunga... yang nginjek-nginjek itu memang nggak berpri ke-tukangkebunan! :")
BalasHapusSeperti didengarkan jika kamu memberi komentar :)