Review Film : Bumi Manusia, Dimata Seorang Pribumi
Warning : ada sedikit spoiler di
postingan ini.
Bumi Manusia, sebuah film yang
diadaptasi dari sebuah buku karya Pramoedya Ananta Toer menyita perhatian saya
di akhir minggu ini. Selain tema dari film tersebut yang cocok ditonton pada
peringatan kemerdekaan Indonesia, juga karena rasa penasaran saya bagaimana
jadinya karya yang sempat dilarang beredar dan akan memasuki usia 40 tahun di
tahun depan ini dijadikan visual. Terlebih lagi pemilihan tokoh-tokoh di film
ini semakin membuat saya penasaran.
Mau tau pendapat saya tentang
film ini? Baca pelan-pelan aja, gak lagi di kejar musuh kok.
Sinopsis
Pembaca buku ini pasti sudah bisa
menebak apa yang akan diceritakan pada film ini. Kisah cinta Minke dan Anelies
dengan segala konfilknya, perbedaan perlakuan Eropa dan pribumi, serta
bagaimana kita bisa menerima kekalahan meskipun kita telah berjuang. Pasti terdapat
perbedaan dari versi buku dan versi film. Serta banyaknya kisah-kisah yang
harus diceritakan namun harus dipangkas karena durasi.
Akting
Jika orang-orang tergia-gila
dengan pemeran utamanya yaitu Iqbal, pada film ini saya rasa Iqbal kurang
sempurna memerankan Minke. Selain karena bahasanya yang menurut saya ,yang
kebetulan asli Jawa dan kebetulannya lagi Jawa Tmur, kurang pas dan manteb jika
diucapkan oleh Iqbal. Beberapa adegan yang pesannya bisa tersampaikan kurang
bisa tersampaikan dengan sempurna oleh Iqbal. Tapi cukup diacungi jempol
usahanya, terlebih pada adegan romantis saya rasa perannya sebagai Dilan masih
melekat didiri Iqbal.
Saya malah terpesona dengan
aktingnya Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh. Menurut saya dia berhasil
memerankan Nyai Ontosoroh dengan sempurna. Dari bahasa, mimik muka, serta
aktingnya yang total. Bagaimana dia memeperjuangkan keadilan di depan
pengadilan, bagaimana dia bisa tegas dengan apa yang dikehendakinya. Serta adegan
yang paling saya suka ketika dia dia memeluk Minke setelah akhirnya kalah. Belum
disitu dinyanyiin lagu Ibu Pertiwi, yaaaah rasanya dada ini makin bergetar saja
pemirsa.
Untuk pemeran lain seperti Mawar
Eva, Jerome Kurniawan, Giorgino, serta Bryan Domani berhasil memerankan
aktingnya masing-masing. Jerome Kurniawan sih keren banget diawal film. Dengan kefasihannya
berbahasa Belanda dan mukanya yang londo banget membuat saya nyengar nyengir
kaget, “kok kaya Londo beneran”.
Visual
Di film ini cukup dimajakan
dengan visual yang bagus. Pengambilan gambarnya, setting tempatnya yang total
abis, serta pemandangannya yang membuat saya bilang “Wah, indonesia keren
banget yak” ketika scene-scene di sawah. Namun tetap saja ada sesuatu terasa
aneh seperti waktu di danau dan ketika Annelies menceritakan sejarah
keluarganya, terasa editannya atau CGInya kurang mulus. Tapi overall sih cakep,
apalagi bagian awal yang cafe dan bagian kereta itu keren sih.
Cerita
Dari segi cerita, menurut saya
penulis skenario sudah berusaha maksimal untuk membuat buku itu menjadi sajian
yang mudah dicerna dan menarik terutama untuk para generasi millenial melalui
layar lebar. Perkenalan tokohnya, perkenalan setting lokasi dan waktu, serta
penjabaran konflik per konfilknya telah ditata sedemikian rupa.
Sayangnya terdapat beberapa cerita
yang tidak tuntas diceritakan seperti Robert yang hilang. Disana hanya
diceritakan menghilang, tapi kemana? Matikah? Atau seperti apa? Lalu cerita
tentang Annelis dan Robert bagaimana? Apakah Cuma diingatkan seperti itu
sajakah atau seperti apa? Sebenarnya saya kepo juga tentang sahabatnya Minke
yaitu Jeans, itu mereka bisa bertemu seperti apa? Kenapa kakinya patah? Lalu
cowok gendut botak yang membuntuti Minke itu siapa? Pekerja di rumah Bordil itu
juga kenapa bisa jujur? Yah banyak sepertinya pertanyaan saya, karena saya ini
penonton kepoan jadi saya penasaran.
Tapi saya senang sekali dengan
ceritanya. Di film itu benar-benar menggambarkan pergejolakan hati si Minke
yang dulunya mungkin menganggumi Eropa kini menjadi bangga dengan Pribumi dan
mencoba menjadikan Pribumi itu bukan lagi tamu di negaranya sendiri.
Pesan Moral
Jika ditelaah lebih dalam, banyak
sekali pesan moral yang bisa kita ambil dari film ini. Selain kita belajar
sejarah, kita juga dimelekkan loh bahwa kita itu dijajah dulu dan sekarangpun. Dari
dulu sampai sekarang rasanya kita selalu bangga dengan Eropa, sekarang juga
mulai banyak banget yang bergaya sok bule-bulean. Kenapa kita tidak bangga
dengan bangsa dan budaya kita?
Saya juga disadarkan bahwa kita
gak perlu jadi pejabat seperti Bupati kalo kita mau menjadi manusia seutuhnya. Bahkan
dengan kita menjadi bebaspun seperti berdagang atau berusaha pabrik dan lainnya
kita itu juga manusia.
Dan yang paling mengena di hati
dan pikiran saya itu adalah “kebebasan adalah hak”. Penentuan kasta atau
golongan seseorang itu bukan dari warna kulit, bahasa, darah, atau yang
lainnya. Kita itu sama, kita itu manusia dan semua memiliki hak yang sama.
Oh ya, saya juga ngena banget pas
Minke dan Nyai itu kalah dari pengadilan kulit putih. Meskipun kalah tapi
mereka telah berusaha mencoba dan mereka kalah dengan hormat. Huhuuu, so sad kalo keinget endingnya.
Rate : 9,00/10
Rekomendasi : Cocok banget
ditonton kalo pengen belajar sejarah lain yang gak ada di buku
Dengan siapa menonton : Teman,
Gebetan, jangan sama adek di bawah 17 tahun
Sampai Jumpa
Semoga Bahagia
5 komentar
jarang banget nonton film indo,
BalasHapustapi yg ini sepertinya perlu di tonton setelah baca reviewnya.
Para penggemar pengarang buku Bumi Manusia ini ketar-ketir saat mendengar kalau buku ini mau difilmkan. Mereka menyarankan kepada tim produksi film untuk benar-benar membaca bukunya dulu. Sayang saya belum sempat baca bukunya. Jadi penasaran ada apa gerangan ^^
BalasHapusSisi positif film ini diproduksi adalah penasarannya orang2 terhadap novelnya. Syukur-syukur bisa menjadi perluasan demam literasi di Indonesia. Aku sendiri belum baca dan nonton Bumi Manusia. Membaca review film ini membuatku sadar bahwa Indonesia mempunyai banyak sisi baik yg bisa terus digali.
BalasHapusSyukur di-warning, soalnya aku penasaran sama film ini dan mau nonton langsung nih. Jadi sorry aku bacanya loncat-loncat ya. Aku lebih penasaran gimana Iqbal memerankan tokoh tersebut di film ini. hehe.. Secara bukunya terkenal banget.
BalasHapussayang banget aku kemarin nggak nonton film ini pas promo murah. huhu. kalau dari review yang banyak kubaca memang akting sha ine febrianti memang paling mencuri perhatian di film ini. Sama satu lagi sosok Darsam juga katanya. Kalau iqbal mah kemarin kan dia sempat ditentang gitu buat jadi Minke. hehe
BalasHapusSeperti didengarkan jika kamu memberi komentar :)